Bisnis, Eko&Keuangan

SBSI Bakal Gugat SGSR Manduamas

Kamis, 09 September 2010

TAPTENG-METRO; Ketua Dewan Pengurus Cabang Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Kabupaten Tapanuli Tengah Abednego Panjaitan menyatakan, organisasinya memutuskan bakal menggugat managemen PT Sinar Gunung Sawit Raya (SGSR) di Kecamatan Manduamas karena dinilai menelantarkan ribuan karyawan yang bekerja di perkebunan tersebut.

“Tindakan managemen PT SGSR Manduamas tidak dapat ditolerir, karena sangat merugikan kepentingan buruh. Hasil investigasi SBSI 1992 dan menurut para buruh yang mengadukan nasibnya ke SBSI 1992 bahwa pihak perusahaan, katanya, telah melakukan pelanggaran serius terhadap undang-undang,” tegas Abednego Panjaitan, yang juga sebagai Kordinator Daerah SBSI 1992 untuk Kawasan Pantai Barat Sumatera Utara ini, kepada METRO di ruangan kerjanya, Rabu (8/9).

Disampaikan dia, PT SGSR Manduamas dianggap menjalankan sistem perbudakan. Buruh, kata dia, diperlakuan tidak manusiawi. Banyak ditemukan pelanggaran berat, misalnya, tidak dilaksanakannya penyediaan air bersih. Padahal, kata dia, air sebagai kebutuhan pokok manusia sudah seyogianya tersedia, tapi nyatanya sangat sulit dicari, kalaupun ada maka uang pribadi harus merogoh untuk membeli dari luar perusahaan seharga Rp6 ribu per dua jerigen setiap harinya. Selain itu, pihak perusahaan tidak melengkapi alat-alat kerja. Buruh ada yang tidak diikutsertakan menjadi peserta Jamsostek, khususnya bagi karyawan KHL (Karyawan Harian Lepas). Masalah kesehatan juga sangat memprihatinkan. Karyawan dibebankan biaya saat berobat juga untuk biaya bersalin. Kemudian, masalah perumahan yang tidak layak huni dan kondisi WC yang tidak layak.

Begitupula masalah bonus kerja dan upah yang telah dijanjikan sebesar Rp1.008.000 bagi karyawan SKU (Syarat Kerja Umum) juga diingkari. Ironisnya, karyawan yang bekerja sehari penuh kerap tidak menerima upah untuk pekerjaan satu hari karena perusahaan menerapkan sistem target per Harian Kerja (HK). Sistem ini tentunya merugikan karyawan karena target yang dibuat tidak setimpal dengan tenaga buruh. “Buruh yang bekerja sebagai KHL meski sudah puluhan tahun lamanya tidak dibenarkan mendapatkan THR. Selain itu, perusahaan juga kurang melengkapi sarana pendidikan bagi anak-anak buruh sehingga banyak yang tidak bersekolah. Lebih parah lagi, tidak dilakukan pengamanan terhadap ternak kerbau yang masuk ke pasar pikul. Hal ini tentunya mengganggu pemanen dalam bekerja apalagi dengan kondisi jalan yang berlobang-lobang,” papar Abednego.

Abednego Panjaitan menambahkan, kondisi buruh yang tertindas di perkebunan tersebut tengah berlangsung lama. Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah tidak pernah mau tahu dan terkesan tutup mata.

Disebutkan, pemerintah tidak mau tau dengan fakta yang terjadi di Tapteng karena menurut Panjaitan fenomena seperti itu tidak saja terjadi di PT SGSR Manduamas tapi hampir di semua perkebunan yang ada di Tapteng. “Maka itu, kalau Serikat Buruh sudah mengadakan gugatan, maka ke depan tindakan seperti ini tidak terjadi lagi. Kemiskinan yang terjadi secara kolektif di Tapteng, sebenarnya akibat kurangnya pengawasan pemerintah daerah terhadap kehidupan rakyatnya,” tukasnya.

Sumber: http://metrosiantar.com/SIBOLGA_NAULI/SBSI_Bakal_Gugat_SGSR_Manduamas

Tinggalkan komentar